Minggu, 25 Juli 2010

"dan inilah kisah ZahRa" Episode 2: Nelangsa Vs Senyuman

Assalamu’alaikum..” suara seseorang yang sangat ZahRa kenal.
Spontan saja ZahRa kaget. Mendadak jantungnya berdegup kencang. Tangannya terasa dingin. Seakan darah mengalir ke atas kepalanya
Wa…wa…wa’alaikumsalamwrhmtullah” ZahRa menjawab salam yang diucapkan Hafiz.
Hafiz tersenyum “ZahRa, yang lain ke mana? Biasanya kalian kemana-mana bertiga.”
Lama ZahRa tertunduk dengan sejuta pikiran “waduh..kenapa aku jadi ga bisa ngomong ya…duuuuuwh pasti ketahuan deh tingkah anehku ini” ZahRa terus bergumam dalam hatinya. Tak dihiraukannya Hafiz yang sedari tadi menunggu jawabannya.
“Eh ada Hafiz….” Terdengar suara Isma memecah kegalauan aku dalam pikiranku.
“Eh ada Isma…” Hafiz tersenyum ketika Isma datang.
“Aku ke kantin dulu ya..haus ni.” Aku langsung pergi meninggalkan Isma dan Hafiz
“Eh, mau ke mana Ra?” Iren yang baru datang menarik tanganku, mengetahui gelagat anehku.
“beli minuuuuuuum” ZahRa berlari sambil berteriak meninggalkan sahabat-sahabatnya dan Hafiz
“Mulai lagi deh tu anak. Tingkah anehnya kambuh.” Isma menyadari sikap ZahRa yang tiba-tiba aneh.

“Huuuuufff...kenapaaaa? selalu saja begini?? Kenapa aku tiba-tiba jadi patung kalau ada dia? Kenapa harus begini teruuus siiiiih??” ZahRa memarahi dirinya sendiri, sambil memegang kepalanya.  

Ternyata Hafiz telah pergi ketika ZahRa kembali. “Lho, si Hafiz kemana?” ZahRa agak kecewa.
“Ah..kamu ini. Setelah orangnya ga ada, baru nanyain. Pas tadi orangnya jelas-jelas ada di sini, malah kabur. Huuuuuh dasar!!” Isma menepuk pundakku dengan geram.
“hehehehe” ZahRa hanya bisa nyengir.
***
Sore hari yang cerah, awan tampak sangat biru. Tidak biasanya secerah ini. Karena sudah beberapa hari ini, hujan selalu turun dengan derasnya. Dan biasanya jam segini ZahRa dan kedua sahabatnya itu asik berselimut, karena dinginnya ketika hujan.
Tiba-tiba tanpa sengaja terlintas dalam pikiran ZahRa untuk berjalan-jalan sore ke sekitar kampusnya. Kedua sahabat ZahRa sedang tidak ada. Isma sedang mengikuti pelatihan untuk menjadi penyiar radio. Sedangkan Iren pulang ke rumahnya.
ZahRa tersenyum-senyum sendiri mengingat kejadian siang tadi. Ketika ia sedang berkunjung ke kontrakan teman-teman sekelasnya. Ada beberapa teman sekelas ZahRa yang tinggal satu kontrakan. Sekitar 5 orang. Tidak jauh dari kontrakan ZahRa.

Setelah pulang berkunjung tiba-tiba ada yang menyapanya “eh ada ZahRa”..
ZahRa terkaget mendengarnya. Lagi-lagi jantungnya tiba-tiba berdegub kencang, tangannya dingin dan kepalanya panas, seakan darah mengalir semua ke atas kepalanya.
“Eh….. Ha…Hafiz” ZahRa tersenyum dan langsung berlalu.
ZahRa tidak melihat ada lubang di depannya, tanpa kompromi, kaki sebelah kanannya masuk ke dalam lubang yang terisi penuh oleh air hujan.
“Aaaaaaaaaaaaw” ZahRa pun menjerit terkejut.
Karena yakin bahwa Hafiz ada di belakangnya, ZahRa langsung bangun dan pergi dengan kaki terpincang-pincang.
Aduuuuuh...kenapa syndrome ini datang??? Lagi-lagi ketika dia ada dihadapanku….mamaaaaaa tolonglah anakmu iniiii” ZahRa berteriak dalam hatinya.

“hehe” ZahRa nyengir mengingat kejadian itu.
Setelah sampai di kampusnya, ZahRa duduk di halaman kampus yang lumayan teduh oleh pohon-pohon yang memiliki daun berbentuk hati.
Tiba-tiba ZahRa tercengang melihat apa yang ada di hadapannya. Dalam jarak yang beberapa meter.
Haaaaaah…aku ga salah liat kaaan? Itu bukan dia kan? Lho? Kenapa? Kenapa mereka? Kenapa mereka berdua saja di sana?” ZahRa memastikan matanya tidak salah lihat. 
Spontan air matanya mengalir, tanpa tau kapan akan berhenti. Hari itu bagi ZahRa adalah petaka. Yang terlintas dalam fikirannya adalah, ingin pergi jauh dari kehidupan mereka.Mereka yang telah membuat nya menjadi sosok yang lemah seketika itu.
ZahRa pun berbalik, berlari, entah kemana. Tanpa arah. Hari semakin larut. ZahRa terus saja berlari, sesekali menghapus airmatanya.
ZahRa menangis sejadi-jadinya. Masih jelas terlihat apa yang ada dihadapannya tadi. Hafiz sedang berbicara berdua saja dengan seorang perempuan, dengan raut wajah serius. Seolah meyakinkan perempuan itu.
ZahRa pun duduk, ia menutup mata dengan kedua tangannya, tanpa disadarinya, ia telah berada di komplek perumahan yang sepi, beberapa meter dari kampusnya. Hari sudah gelap, hanya ada lampu jalan yang redup. Ia teringat bahwa ia belum menunaikan shalat magrib. Akhirnya ia menemukan mesjid “Masjid Al Ukhuwah”, tidak jauh dari gerbang komplek perumahan elit itu.
Sujud ZahRa pada shalat magribnya cukup lama. Ia tumpahkan airmata dan permohonan ampunnya. Ia benar-benar sedang tidak bisa berfikir dengan jernih. Hanya penyesalan yang ada di dalam dirinya. Penyesalan atas perasaannya, atas waktu yang sia-sia, yang dilakukan oleh hatinya.  ZahRa sungguh merasa sangat kecewa terhadap dirinya sendiri. 
ZahRa mengirim pesan pada kedua sahabatnya
Teman, maaf bila salahku ini begitu banyak pada kalian. Mungkin ALLOH telah memberikan peringatan padaku. Aku terlalu banyak mengecewakanNYA. Dan telah aku putuskan, mulai detik ini, setelah aku mengirim pesan ini, aku putuskan bahwa AKU MENYERAH”
Pesan pun terkirim kepada Isma dan Iren.

Beberapa saat kemudian, masuk 2 pesan ke hp ZahRa.
Dibukanya pesan itu, ternyata dari Isma dan Iren.
Jawaban Iren dan Isma sama persis, karena mereka berkompromi dulu sebelum membalas pesan ZahRa
aku juga mohon maaf Ra. Btw, menyerah atas apa ya Ra?”
ZahRa pun membalas pesan kedua sahabatnya itu
atas Hafiz”
Tidak beberapa lama kemudian masuk 1 pesan ke hp ZahRa.
kamu ini belum berjuang Ra. Atas dasar apa kamu tiba-tiba bilang mau MENYERAH? Ga masuk akal!!” Isma menjawab sedikit geram.
Isma langsung mematikan hpnya. Ia sedang ingin berdua saja dengan Penciptanya…dengan yang Maha Penuh Kasih..
Setelah hari itu, jarang terlihat lagi senyum di wajah ZahRa. Sahabat2nya tak pernah henti menguatkan ZahRa. Tapi apalah daya. Hatinya terlanjur hancur berkeping-keping.

Tanpa tau bagaimana memulai kembali untuk bangkit. ZahRa telah menganggap dirinya sebagai mayat hidup. Dalam hati ia selalu berucap,

Ya ALLOH, aku ingin pulang kembali padamu. Maafkan bila aku telah merasa lelah dengan apa yang telah aku buat pada hatiku.Ampuni aku.Izinkan aku menemuiMU.aku benar-benar tidak berdaya.” Dan air matanya selalu deras mengiringi do’a-do’anya.

(Bersambung)
Cerita selanjutnya:
“Ra, kemana aja. Udah seminggu ini kamu ga masuk kuliah” Isma yang duduk di samping ZahRa menatap sahabatnya itu dengan penuh kasih.
“Jangan bilang gara-gara si Hafiz” Iren duduk di hadapan ZahRa, memastikan ZahRa menjawab pertanyaannya.
Dan ZahRa pun lagi-lagi hanya bisa tersenyum.
Entahlah ketika ZahRa mendengar nama “Hafiz” disebut-sebut, seolah menjadi bom atom dalam hatinya.
Dalam hati ZahRa telah menjawab “Jangan pernah sebut nama itu lagi di depanku. Aku baik-baik saja. Aku hanya ingin menghilang dari sini. Menghilang dari Hafiz dan wanita yang bersamanya saat itu.” Mata ZahRa pun berkaca-kaca, ia pun menangis sejadinya.
Kedua sahabatnya itu semakin tidk mengerti.
“Aaaaaargh...aku lelah Ren...aku lelah….aku lelaaaaaaaaaaaaah” ZahRa memeluk Iren. Dan seketika Isma pun memeluk ZahRa dan Iren.
“ada apa Ra? Cerita ke kita. Mudah-mudahan bisa melegakan hati dan meringankan beban mu” Isma terisak berkata pada sahabatnya itu.
“Iya, tapi tidak sekarang. Karena lelahku masih sangat terasa.” ZahRa masih menangis. Namun ia merasa sedikit nyaman atas kasih sayang kedua sahabatnya itu.
“Oiya, aku punya sedikit cerita tentang Hafiz. Aku rasa kamu harus tau” Isma meneruskan kalimatnya
Air mata ZahRa spontan mengalir semakin deras mendengarnya. Ia berlagak tidak mendengar apa yang diucapkan Isma padanya.
cerpen remaja
by: iZZar_fdz

Tidak ada komentar:

Posting Komentar